Maghrib
maghrib datang, terbentang
terbentang seperti kain
kelabu raksasa
menyergap pohon, pohon
dan pohon, dan juga
rumah-rumah dan pagarnya
lalu jalan itu muncul
jalan orang-yang-tak-sempat mati
menuju bulan
bulan yang menangis
tangisan yang kental
sekental gumam-ritmis
para ahli puasa dan sembahyang
gumam yang getarannya
penuh air dan beras:
"tempat makan dan minum
bagi yang tak terhikmat."
"permisi aku akan terus!"
beitu lantangnya setiap dihtungan
nafas nan ganjil
dan seperti biasa
orang-yang-tak-sempat-mati itu
menghisap inginnya
mencoba menukar
kepribadian dengan kefanaan
kefanaan dengan kelenyapan
tapi apa sanggup?
orang-yang-tak-sempat-mati itu
pun cuma teringat
pada bukit dan lautnya
dulu, yang pernah
dikutuk dan dibelah
pada hutan dan gunungnya
dulu, yang pernah
diracun dan dihukum
lalu kematian yang
silih-ganti, seperti sentuhan
dingin dibutir embun
embun yang menetes
pada firman yang lain
dan Adam tak telanjang
Hawa tak bunting
segalanya pun kosong
"Tapi apa ada yang tak kosong?"
tambahnya, dan kosong adalah
denung yang memantul
memantul dan memantul
tak tertangkap, tak terjangkau
seperti jalan ke Bulan itu
jalan tegak-lurus
jalan,yang seperti arus
pergi ke entah
lalu berpusar, berkisar
dan yang sangat tepat malam
akan runtuh
di tubir-bibir, bibir
mimpi setiap anak
mimpi yang tak terber
i
" Ibu, ada yang jatuh,"
" Ada yang tak patuh"
" Ada yang tak utuh,"
orang-yang-tak-sempat-mati itu
hakul yakin