Kamis, 23 Desember 2010

Maghrib

maghrib datang, terbentang
terbentang seperti kain
kelabu raksasa

menyergap pohon, pohon
dan pohon, dan juga
rumah-rumah dan pagarnya
lalu jalan itu muncul
jalan orang-yang-tak-sempat mati
menuju bulan
bulan yang koyak
bulan yang menangis
tangisan yang kental
sekental gumam-ritmis

para ahli puasa dan sembahyang
gumam yang getarannya
penuh air dan beras:
"tempat makan dan minum 
bagi yang tak terhikmat."
"permisi aku akan terus!"

beitu lantangnya setiap dihtungan 
nafas nan ganjil
dan seperti biasa
orang-yang-tak-sempat-mati itu
menghisap inginnya

mencoba menukar 
kepribadian dengan kefanaan
kefanaan dengan kelenyapan
tapi apa sanggup?

orang-yang-tak-sempat-mati itu
pun cuma teringat
pada bukit dan lautnya

dulu, yang pernah
dikutuk dan dibelah
pada hutan dan gunungnya
dulu, yang pernah
diracun dan dihukum

lalu kematian yang
silih-ganti, seperti sentuhan
dingin dibutir embun
 embun yang menetes
pada firman yang lain

saat iblis sedia sujud
dan Adam tak telanjang
Hawa tak bunting
segalanya pun kosong

"Tapi apa ada yang tak kosong?"
tambahnya, dan kosong adalah
denung yang memantul
memantul dan memantul
tak tertangkap, tak terjangkau
seperti jalan ke Bulan itu
jalan tegak-lurus
jalan,yang seperti arus

pergi ke entah
lalu berpusar, berkisar
dan yang sangat tepat malam
akan runtuh
di tubir-bibir, bibir
mimpi setiap anak
mimpi yang tak terber
i
" Ibu, ada yang jatuh,"
" Ada yang tak patuh"
" Ada yang tak utuh,"
orang-yang-tak-sempat-mati itu 
hakul yakin
FRAGMEN CINTA

Aku bermimpi tentang Jakarta
Namun yang kulihat adalah New York
Jakarta sekarang bagai etalase boneka Jurasic Park
Aku lihat dalam mimpi-mimpi tentang Jakarta

Pose wajah polos politisi
Menjadi potret lilin
Dalam kaca etalase sebuah koran
Oooh...disini
Nilai jual politisi difaktualkan

Mimpi terakhir tentang Jakarta 
Masih nampak wajah renta kelurahan New York
Mimpi Jakarta-New York
Dalam kolom bisnis hari ini


Gerbong Pejanji

Sepanjang jalan terantuk
Asap rokok tembus ingatan
Pengab dalam gerbong pejanji
Angin meliuk jalang

Hari menyanyi hantar halilintar
Memilin keangkuhan 
Meremas kesibukan 
Luluh diantara setegah ingatan

Peduli sepanjangucapan
Greget penantian tumpah diperjamuan
Kuda benal lepas dari kandang
Tak ada tunggang langgang

Jinak-jinak merpati
Lajukan gerbong pejanji
Lewati ranjau multi sisi
Menuju lorong penantian

Jauh...menuju Utopi 




 Hanya Kata
 

Jarak tak memandangmu dengan diam
Sebab kata-kata lunakkan sejarah
Maka siapa engkau siapa aku
Mengalir ke jalanan yang terus menjauh
Ke arah batas segala



 Aku dan Kau


Jangan kau siman sesuatu
Dalam hitam mendung
Karena ada langit seperti kemarin

Jangan kau ukir sesuatu
Dalam gelap mimpi
Sebab esok ada mentari

Lihat pengemudi
Selalu jalan kedepan
Juga kadang serong kedepan
Juga kadang serong kebelakag
Itu hanyalah selimut kehidupan

Rabu, 22 Desember 2010

Artikel puisi



BUIH

Gunung gemetar
Memuntahkan lahar
Menyeret dan 
menenggelamkan harapan

Tanah longsor